Serang, WartaHukum.com - Munculnya sengketa tanah dalam pembebasan lahan normalisasi tanggul sungai di Desa Cijeruk, Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang, Provinsi Banten dihantui oleh oknum mafia, pasalnya sebidang tanah yang telah dijual oleh oknum mafia tanah kini di klaim hak kepemilikan Waris Dari Kusni Bin Arikam.
Menurut Joni Patasarani, SH kuasa hukum ahli waris dari Kusni Bin Arikam saat ditemui di kantor JP LawFirm mengatakan, keterlibatan pihak luar yang klaim telah melakukan pembelian tanah pada tahun 1991/1992. Dimana setelah Kusni Bin Arikam meninggal justru pembelian itu terjadi apakah sesuai prasyarat dan tata cara penjual yang berdasarkan pasal 1320 Kuhperdata, kata Joni, Sabtu (3/8/2022) Siang.
" Keadaan ini telah melahirkan hukum baru yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana," pungkas Joni.
Lanjut Advokat Joni Patasarani, SH, dari informasi yang saya peroleh, ada beberapa pihak yang mencoba menggali keuntungan dari pembebasan lahan normalisasi sungai Ciujung (Saling lempar Opini dan terkesan cuci tangan), ujar Joni.
Jika dikaji berdasarkan pasal 1320 Kuhperdata dari sisi hak kepemilikan dan sampai dengan terjadinya transaksi jual beli tanah yang diklaim telah membeli dari Kusni Bin Arikam, berdasarkan leter C kohir no 93 tidak pernah terjadi dan bahwa kepemilikan tanah adat sedangkan Ahmad Akim bukanlah pemilik tanah sesuai leter C Yang ada, terang Joni.
" Modus telah di jual-beli dan terjadi penandatanganan di dalam kwitansi pun tidak sesuai dengan risalah tanah (Banyak pihak-pihak yang berkepentingan), ada banyak kasus dengan modus itu terjadi di Desa Cijeruk, Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang, Provinsi Banten," tutur Joni.
Peristiwa semacam ini justru perlu penanganan yang cepat dan tepat, pada kasus di desa Cijeruk ini, pemerintahan desa Cijeruk harus hadir untuk menyelamatkan masyakarat (Salus Populi Suprema Lex Esto) agar kasus-kasus serupa tidak terulang kembali. Nampak dan Sikap Tegas dari pemerintahan desa Cijeruk dan Muspika kecamatan Kibin, dalam hal penyelesaian permasalahan ini, pungkas Joni.
" Mumpung masih ada waktu yang cukup, maka yang paling mungkin diselesaikan lebih dulu yakni langkah Restorative Justice-nya, cara ini menurut saya lebih mulia dan baik untuk sebuah kenyamanan hidup serta ketenangan dalam Hukum. Terkecuali kalau itu tidak tercapai, maka semua keputusan hukum wajib kita hormati dan kita taati," tutup Advokat Joni.
(Red)
Tidak ada komentar:
Tulis komentar