Serang, WartaHukum.com - Dugaan Mafia Tanah dalam pembebasan lahan normalisasi dan pembangunan tanggul sungai Ciujung mulai sedikit terurai, pasalnya dari berbagai informasi yang diperoleh oleh tim penelusuran wartahukum.com bahwa tanah berdasarkan leter C kohir no 93 diduga dari tahun 1991 hingga sekarang sudah ada dugaan terjadi praktek mafia tanah.
Menurut Pian atau yang dikenal dengan sebutan mang Pian menyatakan, jadi begini Kusni itu jual tanah ke saya 1.100 sekian tanah itu atas nama Ahmad Akim bapaknya si H. M. Abdul Hamid Ahmad, Kusni tuh kesini nawarin tanah pada tahun 90 an kata saya gak bisa kamu mah gak ada namanya di warisan kalau Ahmad yang tandatangan baru bisa, di lain hari Ahmad Akim kesini tandatangan akta duitnya mah di Kusni, pungkas Pian, Senin (5/9/2022) siang.
" Waktu pembayaran tanah itu atas nama Ahmad di SPPT nya, artinya saya bayarin tanah tersebut buktinya SPPT bilamana SPPT nya nama Ahmad Hakim ya kesana nya pasti atas nama Ahmad Akim. Jadi patokan saya di SPPT tidak melihat data sama sekali, transaksi jual-beli terjadi pada tahun 1990, ujar Pian.
Saat disinggung mengenai transaksi jual-beli 1991 yang ada pada kwitansi, Pian menjawab yang di kwitansi itu merupakan susulan setelah ada pengecekan karena tanah di Desa Cijeruk itu kacau waktu kepala desa nya pak Husin jadi di cek satu persatu, karena disitu itu ada tanah yang dibayar ke perantara tapi di bawah tidak dibayar, tuturnya.
" Itu ada bukti sewaktu Kusni menerima duit dan buktinya dibawa ke Jakarta kalau saya gak pegang apa-apa karena saya hanya perantara yang hanya membayar doang surat mah dibawa semua ke Jakarta ke Pak Aming," ujarnya.
Pembayaran tanah menurut leter C kohir no 93 terjadi transaksi pembayaran antara tahun 1990 atau 1991, H. M Abdul Hamid Ahmad juga membuat pernyataan bahwa betul tanah itu sudah dijual oleh bapaknya hanya sebagian, karena H. M. Abdul Hamid Ahmad membuat pernyataan tersebut ada pesan dari Bapaknya bahwa tanah tersebut sudah dijual, pokoknya bukti transaksi hanya di kwitansi 1991 aja cuma ya bukunya hilang yang di saya sewaktu banjir, kilahnya.
" Transaksi jual-beli hanya berdasarkan SPPT, karena pada waktu itu mah dengan siapapun dengan SPPT siapapun kalau memang berdasarkan SPPT ya SPPT lah acuannya, pada tahun itu jelas leter c itu ada," ucap Pian.
Leter C itu pasti ada cuma saya tidak mendalam mengecek leter c sewaktu transaksi jual-beli tanah tersebut hanya sebatas SPPT terus terjadi transaksi jual-beli tanah yang diklaim milik Kusni Bin Arikam berdasarkan leter C kohir no 93 dengan luas 2000 sekian dibagi dua dengan Ahmad Akim bapaknya H. M. Abdul Hamid Ahmad, tutup Pian.
Sementara pengakuan H. M. Abdul Hamid Ahmad atau H. Dul kepada media pada Kamis 1 September 2022 menyatakan, Alhamdulillah selama ini yang saya tanda tangani bukan atas nama Kusni bin Arikam tapi atas nama Ahmad Bin Hakim bapak saya, selama ini yang ditandatangani saya di Desa pada waktu itu atas namanya Ahmad Akim, ujarnya, Kamis (1/9/2022) siang.
" SPPT nya atas nama saya pada waktu tahun 2015 sudah dibalik nama atas nama saya jadi tidak ada yang namanya Kusni Bin Arikam," pungkasnya.
Saat disinggung mengenai kwitansi pada tahun 1991 yang ditandatangani oleh Ahmad Akim, H Dul mengatakan kalau memang seperti itu ya telusuri saja jualnya ke siapa yang beli siapa tanya aja yang beli nya, kalau kita kan gak tau pada waktu itu mah, kata H Dul.
" Kalau tahun 1991 saya tidak tau apa-apa, kalau yang saya jual kemarin itu atas nama Abah saya, SPPT nya pun sudah atas nama saya, karena tahun 2015 dibalik nama atas nama saya," tuturnya.
Dari informasi terbaru yang didapat oleh tim investigasi wartahukum.com bahwa penertiban SPPT 2015 tanah milik Ahmad Akim semua dibuat atas nama H. M. Abdul Hamid Ahmad diduga dibuat oleh Saprudin (Satgas pembebasan lahan normalisasi dan pembangunan tanggul Desa Cijeruk, Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang).
(Red)
Tidak ada komentar:
Tulis komentar